Rabu, 30 Desember 2009

DIA PEMBAWA SEMANGAT

DIA PEMBAWA SEMANGAT

Hari ini usia kandunganku telah memasuki 9 bulan. Sebagai seorang wanita yang baru pertama kali mengandung tentulah saat ini perasaanku sangat bercampur aduk. Antara bahagia dan takut semuanya menjadi satu. Aku akan menjadi ibu, begitulah pikirku. Sebentar lagi, jabang bayi yang bersemayam dalam rahimku akan dapat aku peluk. Aku bisa membelainya, aku bisa memandikannya, dan memberinya pakaian-pakaian kecil yang telah aku persiapkan. Kaos kaki, sepatu, topi, baju, celana dan lain-lain perlengkapan telah membuat aku semakin rindu akan kehadirannya. Bahkan akupun telah siap menyusuinya, selama 6 bulan penuh. Aku ingin memberinya yang terbaik.
Tapi aku pun takut pada proses persalinan nanti. Banyak cerita menakutkan mengenai proses itu, akan rasa sakitnya, akan darah yang banyak keluar, akan putusnya beberapa pembuluh darah, bahkan hingga pembuluh mata, ada juga yang terkena stroke, bahkan kematian. Aku sungguh takut menghadapi saat-saat itu. Bila dapat dikatakan aku kini mengalami depresi kecil. Tapi aku tak mau anak dalam rahimku mengalami depresi pula. Hingga aku berpura-pura tidak terjadi apa-apa dalam hatiku. Aku bernyanyi dan berjalan-jalan, memilih makanan yang enak dan buah-buahan yang segar, berbelanja pakaian hamil atau pakaian kecil, bahkan mainannya pun telah aku persiapkan. Begitu banyak yang aku beli. Ya…itu semua untuk menghilangkan rasa stressku. Aku tak ingin terus mengingat proses menakutkan yang akan aku jalani nanti.
Terbersit dalam fikiran, aku akan mengambil tindakan operasi saja. Biarlah dokter yang bekerja, dan memberikan kepercayaan penuh pada mereka. Toh banyak pasien yang menjalani itu dan berhasil namun kabarnya pasca operasi akan jauh lebih menyakitkan daripada operasinya itu sendiri dan akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Aku bingung, normal atau operasi?
Tendangan bayiku tidak sesering dulu ketika usianya 7 bulan, namun kini tendangannya semakin kuat. Aku bisa memastikan bahwa bayiku adalah bayi yang kuat dan perkasa. Dia terus mendorongku untuk mengelusnya lewat dinding perut. Aku bisa merasakan kakinya, tangannya bahkan gerakan tarikannya. Dia memang sangat kuat. Haruskan aku sebagai ibunya memiliki rasa yang lemah ini? Mampukah aku memberi yang terbaik dikala aku sendiri dalam keadaan lemah hati?
Tiba-tiba hatiku bangkit, aku merasa harga diriku sebagai ibu teruji. Dokter telah memastikan kondisi bayiku dalam keadaan sehat, begitupun dengan aku. Posisinya telah siap untuk dilahirkan, tak ada penghalang apapun. Akupun tak memiliki penyakit berat yang akan menimbulkan komplikasi. Segalanya dalam kondisi bagus. Haruskah aku menyerah sebelum perang? Jikalau aku mesti kalah nantinya, aku kalah di medan perang dan hal itu merupakan kehormatan. Tapi aku harus memiliki tekad menang, aku memiliki hak dan kewajiban. Aku berhak memeluk anakku dan aku berkewajiban merawat dengan sebaik-baiknya. Aku harus menang.
Aku akan mengambil jalan normal dalam proses persalinan nanti. Dan aku mesti mempersiapkannya.
Banyak yang harus aku persiapkan. Pertama adalah mentalku, aku harus dalam keadaan sehat wal afiat dan santai, lepas dari depresi kecil bahkan stress. Aku pun harus kembali memikirkan asupan giziku. Selama stress mendera, yang aku makan hanyalah cemilan dan gorengan. Sangat jauh dari gizi yang mesti dimiliki ibu hamil. Kini aku harus menuliskan menu-menu sehat yang harus aku konsumsi, dimulai dari sayur, buah, protein dan karbohidratnya. Apa ya? Akan aku konsultasikan pada ibu. Aku pun harus mempersiapkan materi yang akan aku ambil untuk mengajak bicara janinku. Aku ingin dia mengerti perasaanku, dan aku harap kelak dia pun akan menjadikan aku teman bicara tuk menyelesaikan permasalahannya. Aku ingin ikatan emosi kami menjadi lebih dekat, sehingga anakku tahu ada manusia di luar dirinya yang menyayangi dan ada untuknya. Aku tak berharap dia berada dalam dunianya sendiri tanpa peduli pada orang lain. Aku pun harus mengambil kitab suci, karena di kitab itu tertuang pedoman dalam membesarkan anak, bagaimana seharusnya orang tua dan hubungan antara kami. Aku sungguh ingin menjadi orang tua yang berharga di hadapan anak.
O ya, untuk menghindari stroke aku pun harus mengupayakan tekanan darahku normal dan tidak tinggi. O…apa yang akan terjadi jika aku mengalami darah tinggi di saat proses persalinan nanti? Aku harus sehat sesehat-sehatnya. Karena itu segera saja kususun jadwal latihan senam hamil dan berjalan-jalan agar badanku bugar dan menjaga makanan agar tidak terlewat asin. Katanya makanan yang banyak mengandung asin (garam) mudah menimbulkan hipertensi. Vuih… banyak juga program yang mesti aku terapkan.
Suami kini masih bekerja di luar kota, dia belum dapat pulang. Katanya dia bisa pulang beberapa hari sebelum proses kelahiran si jabang bayi. Aku adalah wanita yang manja dan ingin diperhatikan. Akupun mudah merajuk pada suami yang kelewat sabar menghadapiku. Tapi kini rasioku lebih berjalan disbanding hati dan emosiku. Aku mesti berfikir jernih dan menghadapi segala peristiwa dengan pikiran yang lebih positif. Aku rela dan pasrah bahwa suami memang harus bekerja di luar kota. Aku akan sabar menunggunya. Karena kini itulah yang mesti aku lakukan. Dia bekerja demi kami, demi investasi keluarganya. Aku bangga melihat keuletannya mencari nafkah, sehingga kami tidak kekurangan.
Ternyata anakku, walaupun masih dalam kandungan, telah membuatku lebih dewasa dan berfikir matang.
Terima kasih, sayang. Mama memang membutuhkan dukungan.

Tidak ada komentar: